Jakarta -
Menurut sebuah studi terbaru di Jepang, terungkap rambut putih atau beruban menjadi tanda tubuh sedang melindungi diri dari kanker. Beberapa pemicu kanker seperti sinar ultraviolet atau zat kimia tertentu dapat mengaktifkan jalur pertahanan alami yang membuat rambut lebih cepat beruban, sekaligus menurunkan risiko kanker.
Dalam studi ini, peneliti melihat kondisi sel punca yang bertanggung jawab memproduksi pigmen warna rambut. Pada percobaan tikus, mereka menemukan sel-sel merespons kerusakan DNA dengan beberapa dua kemungkinan, yaitu sel berhenti tumbuh dan membelah yang akhirnya memicu uban atau berkembangbiak tanpa kendali hingga memicu tumor.
Pertumbuhan rambut yang sehat bergantung pada populasi sel punca yang terus memperbarui diri di dalam folikel rambut. Sebuah kantong kecil di dalam folikel menyimpan cadangan sel punca melanosit, yaitu cikal bakal sel pembentuk melanin yang memberi warna pada rambut.
"Setiap siklus rambut, sel punca melanosit ini akan membelah dan menghasilkan sejumlah sel matang," kata Dot Bennett, ahli biologi sel dari City St George's, University of London, yang tidak terlibat dalam penelitian, dikutip dari Live Science, Jumat (12/12/2025).
"Sel-sel tersebut kemudian bermigrasi ke dasar folikel rambut dan mulai membuat pigmen untuk mewarnai rambut," sambungnya.
Rambut beruban terjadi ketika sel-sel ini tidak lagi mampu menghasilkan pigmen dalam jumlah cukup untuk mewarnai setiap helai rambut. Menurut Bennet, ini semacam kelelahan sel yang disebut 'senescence'.
"Ada batas jumlah pembelahan sel, dan mekanisme ini tampaknya menjadi cara tubuh mencegah kesalahan genetik acak yang menumpuk seiring waktu agar tidak berkembang menjadi kanker," tambahnya mengomentari temuan tersebut.
Ketika sel punca melanosit mencapai 'checkpoint stemness', mereka berhenti membelah. Akibatnya, folikel tidak lagi memiliki sumber sel penghasil pigmen untuk mewarnai rambut.
Biasanya, hal ini terjadi seiring bertambahnya usia ketika sel punca secara alami mencapai batas tersebut.
Proses Penelitian Pada Tikus
Peneliti Emi Nishimura dari University of Tokyo tertarik melihat bagaimana mekanisme tersebut muncul sebagai respons kerusakan DNA, yang menjadi pemicu utama terbentuknya kanker. Dalam studi tikus, mereka menggunakan berbagai teknik untuk melacak perjalanan sel punca melanosit selama siklus rambut setelah dipaparkan pada kondisi lingkungan berbahaya, termasuk radiasi pengion dan senyawa karsinogenik.
Menariknya, mereka menemukan jenis kerusakan menentukan bagaimana sel bereaksi.
Radiasi pengion membuat sel punca berdiferensiasi dan matang, lalu mengaktifkan jalur biokimia pemicu senescence. Akibatnya, cadangan sel punca melanosit cepat habis dalam siklus rambut, sehingga produksi sel pigmen berhenti dan rambut akhirnya beruban.
Dengan menghentikan pembelahan sel, jalur senescence ini mencegah DNA yang bermutasi diwariskan ke generasi sel berikutnya, sehingga menurunkan peluang terbentuknya tumor.
Sedangkan, paparan karsinogen kimia seperti 7,12-dimethylbenz[a]anthracene (DMBA) tampaknya melewati mekanisme perlindungan ini. Alih-alih memicu senescence, jalur biokimia lain yang justru menekan senescence diaktifkan.
Peneliti menyebut ini memungkinkan folikel rambut mempertahankan cadangan sel puncanya dan tetap menghasilkan pigmen meski DNA rusak. Rambut pun tetap berwarna, tapi dalam jangka panjang, replikasi DNA yang rusak tanpa kendali akhirnya memicu tumor dan kanker.
"Temuan ini menunjukkan bahwa sel punca yang sama bisa mengalami dua nasib berlawanan tergantung jenis stres yang mereka alami," kata Nishimura sambil ditekankan langkah selanjutnya adalah melihat apakah temuan pada tikus ini juga berlaku pada folikel rambut manusia.