Kemiskinan tidak bisa dientaskan dengan charity. Tapi kemiskinan hanya bisa diatasi dengan memberikan legal access atau akses legal. Dan legal access yang paling vital adalah legal access terhadap tanah,
Jakarta (ANTARA) - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan bahwa memang Reforma Agraria merupakan kunci pemutus rantai kemiskinan.
“Kemiskinan tidak bisa dientaskan dengan charity. Tapi kemiskinan hanya bisa diatasi dengan memberikan legal access atau akses legal. Dan legal access yang paling vital adalah legal access terhadap tanah,” ujar Nusron dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Pandangan itu ia adaptasi dari ungkapan seorang ekonom bernama Hernando de Soto. Berangkat dari pemikiran tersebut, beberapa negara sudah menerapkan dan berhasil menurunkan angka kemiskinan melalui pemberian akses legal terhadap aset bagi rakyat.
Di Indonesia, prinsip itu diterapkan melalui dua pendekatan utama dalam kebijakan Reforma Agraria.
Pendekatan pertama adalah legalisasi tanah rakyat yang belum memiliki kepastian hukum melalui sertifikasi dengan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Legalitas tanah di Indonesia sendiri baru dimulai pada tahun 1961. Sebelum ada PTSL, dalam 56 tahun hanya 50 juta bidang tanah yang bersertifikasi, kurang dari satu juta per tahun.
Sejak PTSL muncul di 2017, legalisasi tanah meningkat tajam. Dalam tujuh tahun, 60 juta bidang tanah berhasil disertifikasi, prestasi yang mengalahkan 55 tahun sebelumnya.
“Program PTSL terus dilanjutkan, dengan target lima tahun ke depan menyelesaikan legalisasi 70 juta bidang tanah, agar 95% sudah bersertifikat. Saat ini, baru 55 juta bidang atau sekitar 79%. Ini harus kita tuntaskan,” kata Nusron.
Langkah kedua adalah distribusi tanah negara yang tidur (idle) kepada masyarakat yang membutuhkan.
“Program ini memanfaatkan tanah negara yang tidak digarap atau belum termanfaatkan untuk diberikan kepada rakyat, khususnya mereka yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, yang berada pada desil 1 sampai 3, dan bergantung pada tanah sebagai sumber penghidupan,” ujarnya.
Reforma agraria atau Agrarian Reform adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan aset dan disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia
Peran Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam pelaksanaan reforma agraria dilaksanakan melalui tahapan penataan aset yang terdiri dari redistribusi tanah dan legalisasi aset.
Dan tahapan selanjutnya pada penataan akses dilaksanakan berbasis klaster dalam rangka meningkatkan skala ekonomi, nilai tambah serta mendorong inovasi kewirausahaan subjek reforma agraria.
Subyek reforma agraria terdiri dari orang perseorangan yang memenuhi syarat, kelompok masyarakat dengan hak kepemilikan bersama, dan badan hukum yang memenuhi syarat.
Sedangkan objek reforma agraria terdiri dari Eks-Hak guna usaha, tanah terlantar, dan tanah negara lainnya, tanah dari penyelesaian konflik sengketa tanah, serta tanah dari pelepasan kawasan hutan dan partisipasi masyarakat.